Akhir pekan ini saya mempunyai pengalaman yang sangat seru untuk dibagikan. Lebih tepatnya Sabtu sore kemarin. Setelah satu setengah tahun tidak berjumpa dengan kawan SMA saya, kini kita dapat berkumpul lagi di tiga tempat sekaligus dalam satu hari hahaha, sekangen itu! Pertemanan kami bisa dibilang sangat seru. Kami menamai kumpulan delapan orang ini dengan nama Pararton. Nama ini terinspirasi dari kakak kelas kita dahulu. Ketika kami masih kelas sepuluh, sekolah kami mengadakan agenda PBB atau pelatihan baris berbaris. Kebetulan sekali kami berdelapan satu pleton yang dinamakan pleton Pararaton. Kakak kelas kami yang memandu pleton ini kebetulan sangat tegas, sehingga setelah acara selesai pun nama Pararton terus terngiang-ngiang dibenak kami. Namanya juga tidak terlalu buruk, karena terinspirasi dari nama kitab kuno.
Sore itu kami memutuskan untuk pergi ke Nabe Coffee, sebagai tujuan pertama kami. Selanjutnya karena ada kawan kami yang habis turun gunung lalu juga kawan kami yang sudah bekerja ingin mentraktir kami, kita pun langsung tancap gas untuk ke lokasi kedua, lokasi kedua ini adalah rumah makan keluarga bernama Omah Tobong.
Di Omah Tobong ini lah cerita berlanjut kesana kemari, seakan tidak ada topik yang tidak bisa dibahas. Malam itu semua topik kita bahas, mulai dari jurnal ilmiah sampai hal-hal konyol lainnya yang tidak terduga, dan tentu saja menceritakan kembali kisah kami dahulu waktu duduk di bangku SMA. Jujur saja saya tidak bisa berhenti tertawa. Setiap celetukan kecil pasti membuat kami tertawa bersama. Bukan lagi perut yang sakit karena tertawa, tetapi rahang saya sudah lelah juga karena tertawa hahaha.
Ternyata tidak bertemu dalam kurun waktu yang lumayan lama tidak merubah kami menjadi asing, justru kita datang kembali dengan cerita-cerita yang fresh untuk diceritakan. Kami berasa berkumpul kembali setelah mengembara ke hutan belantara lalu berkumpul untuk bertukar apa yang kita dapatkan selama pengembaraan itu.
Kami malam itu bertukar ilmu dari disiplin ilmu yang kita tekuni saat kuliah, ada dari psikologi, keperawatan, teknik, sastra, dan polisi. Kita bertukar pikiran bagaimana kita memandang dunia menurut disiplin ilmu yang kita tekuni. Sungguh, hal ini lah yang membuat saya sangat tertarik. Perbedaan itu membuat kita sempurna.
Omah Tobong tutup pada jam sepuluh malam. Namun, kami masih belum puas, kapan lagi kita bisa berkumpul full team seperti ini? — pikir kami. Akhirnya kami pun pindah ke kafe yang buka hingga jam 12 malam. Namanya Toleransi Kopi. Meskipun menu yang disajikan sudah sangat minim karena persediaan sudah habis, kami tetap membeli apa yang bisa dibeli. Kami mengambil lantai dua, karena disitu yang masih sepi dari pengunjung. Di lantai dua ini seperti private room bagi kita karena tidak ada pengunjung lain selain kita disitu. Kami pun melanjutkan cerita sampai jam setengah dua belas malam.
Pelajaran yang bisa saya dapatkan dari pengalaman itu adalah ternyata dimana atau kapan sebuah pertemuan tidak memengaruhi apapun. Esensi dari sebuah pertemuan adalah pertemuan itu sendiri.